Wednesday, June 26, 2013

Karena "hanya" berdoa, tidak akan mewujudkan keinginan nyata kita

http://sphotos-d.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-ash3/1044486_10151507791516938_1647010406_n.jpg

Penyesalan itu datang di akhir, kalau di awal, pendaftaran namanya. Sayah teramat sepakat akan kalimat itu, terutama bagian kalimat awal :-)

Saat manusia sudah mendapatkan hasil akhir, dan merasa tidak puas dengan hasil akhir tersebut. Merasa bahwa harapannya tidak sesuai dengan kenyataan, disepakatilah istilah penyesalan, untuk menggambarkan sebuah perasaan.

Perasaan dimana beberapa rasa bercampur disana. Mulai dari marah, kesal bahkan sampai benci. Dan pada titik itu seringkali yang dicari adalah kambing berwarna hitam. Eh, maksudnya adalah menyalahkan pihak lain, tanpa mau mengintropeksi diri sendiri.

Salah satu kesalahan dasar yang dilakukan manusia, yang juga kadang dilakukan sayah,apabila tidak ada yang mengingatkan,hehe. Adalah berdoa. 
Loh ko berdoa bisa jadi salah?..karena sayah blm beres nulisnya. Yang menjadi salah itu adalah berdoa, tanpa berusaha mewujudkan doa tersebut.

Saat anda mengantuk, apakah anda hanya akan berucap "ngantuk..." tanpa tidur?
Saat anda lapar, apakah anda hanya akan berucap "laper..." tanpa makan?
Saat anda ingin buang air besar, apakah anda hanya akan berucap "sakit perut...", dan hanya menggenggam batu kecil ditelapak tangan anda?..

Karena "hanya"  berdoa, tidak akan mewujudkan keinginan nyata kita.

R.M.R

Wednesday, June 12, 2013

Manusia Diciptakan Sebaik-Baik, Versi -NYA

http://media.thestar.topscms.com/images/f4/45/d7c470d441b89d8720d92988df09.jpeg



Bagi sayah, Tuhan telah menciptakan kita, lewat perantara orang tua kita, dengan sempurna. Maksud sempurna disini, Tuhan loh yang sudah menciptakan manusia dengan sebaik-baiknya. Sebaik-baiknya versi Tuhan!. Maka apa pantas masih ada yang mempertentangkan-Nya?.

Saat manusia sudah sebaik-baiknya sejak dilahirkan, normalnya, apabila orang tua mengikuti intruksi Tuhan, seharusnya manusia tidak membutuhkan suntikan zat asing lain ke dalam tubuh bayi. Atau bahkan bantuan alat lain pun. Karena ya itu tadi, sejak lahir manusia itu sudah sebaik-baik-Nya versi Tuhan.

Manusia yang sebaik-baiknya ini, memiliki kesehatan yang luar biasa fit sejak dilahirkan. Apabila orang tuannya, mengikuti aturan Tuhan, dalam mengurus kandungan. Manusia yang telah lahir ini akan sehat dalam jangka waktu lama, sampai sel tubuhnya memang sudah maksimal bekerja, apabila manusia tersebut mau menjaga titipan kesehatan dari-Nya.

Manusia yang sebaik-baiknya ini, memiliki akal yang begitu luar biasa. Dan manusia diberikan agama, sebagai pengingat atau pun  tuntunan hidup manusia, untuk mendidik agar manusia berkembang. Berkembang dengan memaksimalkan kemampuan akalnya. Dimana akal ini tidak akan berkembang, kalau hanya mengandalkan bertanya kepada orang lain. 

Saran, sudut pandang, persepsi dari orang lain hendaknya sebagai pelengkap info saja, apabila ada blind spot (titik buta) solusi masalah. Itulah mengapa bahkan atlet profesional pun masih butuh pelatih, karena mungkin ada sudut yang tidak dapat dilihat sendiri.

Jauhkan diri menjadi manusia yang kufur nikmat, yang tidak mau berusaha menjaga kesehatan dan tidak mau berusaha mengembangkan akalnya.

R.M.R

Monday, June 10, 2013

Jatah waktu dalam sehari

http://riakanhidupku.files.wordpress.com/2011/02/time_graphic1.jpg


Perubahan usia dari anak menjadi lebih tua di dimensi ujian ini, relatif menjadikan semakin banyak status yang diemban. 
Status-status manusia ini seringkali menjadi alasan bagi manusia, untuk meminta tambahan jatah waktu yang ada kepada Tuhan. Mungkin sering kita dengar...

"Emh, ternyata waktu 24 jam sehari tuh ga cukup ya". 

Andai kita diberi sehari 72 jam, apa benar kita akan lebih sanggup memanage status dari kegiatan-kegiatan?.

Karena yang sayah temukan pada umumnya, kuncinya pada memanage kegiatan dengan lebih baik. Menambah jatah waktu hidup bukanlah alternatif solusi tepat.

R.M.R

Saturday, June 8, 2013

Saat anak kehilangan figur dalam keluarga, ia akan mencari keluar

http://1.bp.blogspot.com/-ieVWoC7Ssh8/TZLAkiHj5sI/AAAAAAAAAW8/3Vcvv5PLxoQ/s1600/parents_child_silhouette1.jpg

Dari tahun 2008, sayah mulai belajar ilmu berkeluarga, termasuk mendidik anak. Bukan karena sayah sudah menikah dan segera punya anak, ataupun bukan karena sayah sudah punya anak. Sekedar dilandasi pemikiran, bahwa yang namanya ilmu harus siap sebelum datangnya hari ujian. Jadi sayah memaksimalkan diri untuk belajar ilmunya. Untuk kelak lebih siap menghadapi cobaan dalam berkeluarga, cobaan dalam mendidik anak.

Sampai dengan sekarang, ilmu mendidik anak yang sayah cicil itu, sering sayah praktekkan apabila bertemu dengan anak kecil. Segala puji untuk Allah. Ilmu-ilmu itu berhasil mencapai tujuannya, bahkan melebihi tujuan awal. Sayah mendapatkan bonusnya. Bonusnya adalah...anak-anak itu berkata. "Saya ingin seperti om rommy" ; "Saya ingin seperti a rommy" ; dan kalimat sejenis yang keluar dari mulut anak-anak itu. Perasaan senang dan bangga awal sayah rasakan, dan berusaha sayah kendalikan, menjadi bersyukur. Rasa haru, kaget, bercampur aduk. Maha Suci Engkau Ya Allah, yang telah mensucikan hamba-Mu. Sayah merenung, dan berkata dalam hati. "Ya Allah...seandainya anak-anak itu tau aib-aib sayah yang Engkau tutupi, apa masih anak-anak itu akan berkata demikian?. Apabila mereka tau aib-aib sayah, apakah mereka akan tetap ingin menjadi seperti sayah?". Berkecamuk perasaan saat itu. Sampai akhirnya sayah keluar dengan kesimpulan...

Anak-anak itu butuh figur. Figur yang menurut mereka bisa teladani, figur yang dirasa cukup hangat dan komunikatif sehingga mampu mendengarkan dan memberi solusi pada mereka saat memang dibutuhkan. Saat figur itu tidak didapatkan dari orang tua, terutama dari ayah mereka, mereka mencari figur lain keluar. Dan pada titik itulah mereka bertemu dengan sayah, yang sedang pada kondisi sedang berusaha meningkatkan ilmu berkeluarga, dan mendidik anak. Sayah menyadari, kesempurnaan sayah sebagai manusia adalah mampu berbuat khilaf. Namun sayah akan berusaha menjadi pribadi yang senantiasa meningkatkan kualitas diri, agar mampu menjadi teladan yang lebih baik, terutama bagi anak-anak kecil yang ingin menjadi seperti sayah. Ya, sayah akan berusaha membuat mereka lebih baik dari sayah, dengan jalan mereka masing-masing, bukan jalan sayah.

R.M.R  

Friday, June 7, 2013

Pelajaran Tuhan saat menjadi dosen

http://1.bp.blogspot.com/-6LlEh5tqe4s/Tbd69-ZwvYI/AAAAAAAAAA0/9oFdNjJ6pZk/s1600/100.GIF
 
Saat sayah memeriksa ujian ataupun tugas, yang paling sayah perhatikan adalah isi atau substansi. Tentang nama, nomor pokok, dan hal lainnya, sayah kesampingkan dulu saat itu.
Sayah jadi lebih mengerti, Tuhan bereaksi atas apa yang manusia kerjakan. Melihat apa isi perbuatannya, tanpa memperhatikan tentang warna kulit, bentuk hidung, dan lainnya.

Pelajaran lain yang sayah dapatkan, saat sayah memberi tugas kepada mahasiswa/i sayah, sayah mempermudah mereka untuk mendapat nilai optimal, 100. Sayah kasih tau syaratnya, cara untuk mendapatkan nilai 100. Tapi ironinya, saat pengumpulan tugas, dari 4 kelas yang sayah ajar, hanya beberapa yang memenuhi syarat minimal  mendapat nilai 100. Ya, karena mereka tidak mengikuti syarat, yang sebelum sudah jelas sayah informasikan. Terbukti saat ditanya ulang setelah pengumpulan tugas, mereka tahu bagaimana cara mencapai nilai 100.

Sayah jadi lebih mengerti. Tuhan telah menginformasikan jalan menuju-Nya. Tapi (mungkin) tidak sedikit manusia yang ada di jalan-Nya, bahkan menganggap Tuhan tidak ada, atau mempersalahkan Tuhan atas yang telah terjadi. Bukan salah-Nya apabila manusia tersesat, bukan salah-Nya apabila manusia menganggap Ia tidak ada. Bukan salah-Nya semua kejadian yang terjadi pada manusia. Karena manusia memilih jalan hidupnya sendiri. Karena jalan hidup manusia tidak akan Tuhan ubah, apabila manusianya sendiri tidak mau mengubahnya.

R.M.R

Wednesday, June 5, 2013

Dosen pembimbing konseling

http://www.sospresta.com/sites/default/files/styles/uc_product_full/public/default_images/No_photo_000.jpg


Selepas mengajar, seringkali ada saja yang mengajak ngobrol. Tentang banyak hal. Namun dari banyaknya yang ngajak ngobrol, satu tema yang paling banyak dibincangkan mahasiswa/i, masalah PACAR.


"Pa, kenapa ya pacar saya jadi begini?"..
"Pa, kenapa ya pacar saya jadi begitu?"..

Terima kasih atas kepercayaannya tuk ngobrol,untuk mencari solusi :-)

Sempat sekilas terbersit dalam pikiran sayah. Sayah ini dosen atau pembimbing konseling ya? :-D. Tampaknya bisa jadi keduanya :-)

Dari pertanyaan yang senada di atas, banyak mahasiswa/i yang...sebut saja galau, karena pacarnya. Dan tampaknya ini pertanyaan krusial, karena begitu banyak dipertanyakan. Maka dari itu tulisan ini dipaparkan.

Sayah tidak melarang pemakaian istilah "pacaran". Toh istilah hanyalah perwakilan kata, dari arti yang disepakati. Yang biasanya sayah pertanyakan adalah, "tujuan pacaran kamu apa?". Bulls eye!. Satu pertanyaan pertama, dan otak tampak dipancing berpikir keras mencari jawabannya. Sampai keluar satu jawaban umum, "pacar itu untuk temen ngobrol, diskusi, tukar pikiran". Kita lanjut ke pertanyaan selanjutnya, "apa untuk ngobrol, diskusi, tukar pikiran harus dengan seorang saja yang diberi gelar pacar?". Dan jawabannya adalah "tidak". Kembali lagi ke pertanyaan awal, "lalu apa tujuan pacaran kamu?". 

Pertanyaan ini tampak sederhana, diremehkan, namun sebenarnya ini penting. Sebutlah kita ambil syair sebuah lagu..."Mau dibawa kemana hubungan kita?...". Ya, kalau kamu tidak punya tujuan, tidak peduli berapa pun usia kamu yang pacaran, lalu mau dibawa kemana arah pacarannya?untuk apa pacaran?. 

http://klimg.com/merdeka.com/i/w/news/2012/10/30/108858/540x270/polisi-lacak-perampok-michelle-via-cctv-atm.jpg


Ada analogi menarik tentang ini, analogi memesan taxi. Ya, coba bayangkan, saat kamu sedang berdiri di pinggir jalan raya sana, dan taxi melewat di depan kamu, dan kamu pun memberhentikannya, kemudian naik. Saat ditanya sopir taxinya, "maaf nona, mau kemana?". Nah saat kamu ga punya tujuan, apa yang bakal kamu jawab?. Apakah..."Ga tau pak, saya juga mau kemana,jalan dulu saja lah". Atau mungkin "gimana bapak sopir sajalah". Lah...gimana ini kok, jadi gimana pak sopir???.

Ya...saat kamu tidak tahu, apa tujuan kamu dalam berpacaran, maka yang sedang kamu lakukan adalah dengan sengaja membuang usia, membuang energi, membuang uang untuk membayar argo yang terus berjalan, menumpuk kekesalan sendiri atau mungkin berdua dengan sopir taxi, karena jenuh mobil jalan terus tidak berhenti-berhenti. 

Cukup pahamkah pentingnya tujuan dalam konteks berpacaran?
Moga jelas ya :-)

Mungkin untuk yang membaca akan timbul pertanyaan, "lalu seandainya sekarang penulis berpacaran, tujuannya untuk apa?". Tujuan berpacaran adalah proses fit and proper test, proses mencari kesesuaian mencari calon pasangan hidup. Dan di proses ini, ada diskusi-diskusi penting yang dilakukan.

R.M.R

Evaluasi dosen pertama


Hari ini, surat hasil evaluasi dari mahasiswa/i semester pertama sayah, yang mereka isi setelah UAS, sampai di tangan sayah. Sayah merasa sudah melakukan yang terbaik tempo hari, apapun penilaian mereka, menjadi bahan bakar sayah untuk menjadi lebih baik.

Halaman pertama sayah buka, disana terlihat PBM (skor rata-rata sayah (hasil questioner)). Apabila dibandingkan dengan group mean (rata rata PBM per mata kuliah paralel), dan grand mean (rata rata PBM per prodi) - alhamdulillah poin sayah relatif baik.

Melihat indikator nilai akhir kewarganegaraan yang mereka dapatkan (http://rommymochamadramdhani.blogspot.com/p/informasi-poin-penilaian.html), dan hasil komentar mereka atas kemampuan sayah mendidik, sayah menjadi semakin yakin bahwa mendidik merupakan passion sayah. Dimana yang sayah pahami, passion adalah gabungan dari bakat dengan minat. Bakat merupakan potensi yang sudah ada dalam diri , dan minat ialah yang sayah latih terus untuk menjadi semakin baik. Karena bakat tanpa action, bagi sayah tidak akan pernah maksimal.



Melihat komentar 4 kelas yang sayah ajar pun nadanya senada, dengan yang difoto. Namun diantara 4 kelas tersebut, ada 1 komentar yang menarik, komentar yang jadi evaluasi untuk pengajaran sayah kedepan. Isinya persis seperti ini :

"Kurang konsisten sama peraturan yang ditetapkan dikelas, ngobrol sebelum belajar tidak menerapkan diri".

Evaluasi bagi sayah adalah, di awal pertemuan kuliah memang sayah membuat kesepakatan perjanjian kelas bersama mahasiswa/i. Dan ditengah perjalanan mengajar memang ada mahasiswa/i yang sayah loloskan dari peraturan tersebut. Dan ini tampaknya yang jadi pemicu miss comunication, karena belum sempat sayah jelaskan di akhir pertemuan kuliah.

Prinsip sayah dalam menerapkan aturan adalah, "there are no rule without exeption". Ya, dalam aturan apapun, akan ada pengecualian, tergantung kondisi kasusnya. Begitu juga saat sayah meloloskan mahasiswa/i dari aturan yang sudah disepakati, ada unsur subyektifitas sayah memang, yang menilai bahwa alasan mahasiswa/i itu, masih dalam batasan diperbolehkan melanggar. Jangan ada persepsi lain ya :-). 
Untuk kalimat kedua, sayah belum paham apa maksudnya^^v. Kalau mahasiswa/i sayah baca artikel ini, boleh deh klarifikasi ya :-)

Terima kasih sedalam-dalamnya untuk guru langsung sayah yang mendidik sayah sehingga mampu menjadi pendidik sampai pada titik ini. Kang Dicky Zainal Arifin, Kang Indra Bayu, Kang Sandi nugroho, Kang Rahmad Ramdhani. Dan guru tidak langsung sayah, Ayah Edy, dan Pa Munif Chatib. G.B.U all :-)

Segala puji hanya untuk Allah.

R.M.R