Thursday, March 15, 2012

236 Kilometer Cinta


http://www.bpjt.net/galery/gbr_galery_743a5c.jpg

Sebut saja Rama, pemuda berusia sekitar 26 tahun, yang memiliki kisah hidup bak sinetron. Salah satu cuplikan hidupnya yang menawan, terjadi di bulan Oktober 2010. Berikut kisahnya…

http://umarat.files.wordpress.com/2011/08/finger_love-tabloidindonesia-net1.jpg
Malam itu, pertengahan Oktober 2010. Kota Bandung diselimuti hawa panas, dan semakin panas bagi Rama karena terus memikirkan kejadian yang baru saja ia alami. Beberapa jam sebelumnya, Rama baru saja melamar pribadi pujaan hatinya, Putri. Yang mengejutkan ternyata, lamaran Rama ditolaknya. Malam itu pun pikiran Rama diliputi kegelisahan, pertanyaan-pertanyaan berputar dipikirannya. “Mengapa ini bisa terjadi?!” keluh rama, sambil berbaring di atas ubin ruang tidurnya. Rama merenung dalam-dalam, napak tilas 4 tahun terakhir hubungannya, sampai Rama memiliki kesimpulan sementara, bahwa hubungan mereka bisa dibilang cukup mulus. Kalau pun ada kerikil bagi hubungannya, ia anggap itu sebagai bumbu alami yang akan membuat mereka akan semakin saling menyayangi.
 
 Malam itu Rama tak henti termenung, mengkritisi  apa kesalahannya hingga keadaan seperti ini dapat terjadi. “Tidak, aku tidak boleh mengkambing hitamkan siapa pun juga…yang paling patut aku salahkan itu diriku sendiri!”. Rama berbicara kepada dirinya sendiri, mencoba tak terjebak dalam pikiran-pikiran negatif, dan berusaha mengendalikan pikiran semampunya. Karena ia sadar, bahwa untuk melakukan perubahan hendaknya dimulai dari diri sendiri, yang terkecil dan saat ini.

http://2.bp.blogspot.com/-W70qV2QDYyQ/TdNemu5rldI/AAAAAAAAAFU/7cJOC9Fkp28/s1600/205134_1607043587437_1576612967_31194110_6236155_n.jpg

Waktu sudah dini hari, dan Rama masih terjaga. Adrenalin yang sedang bergejolak tidak mengizinkannya istirahat malam itu. Dalam perenungannya ia teringat, mungkin kekhilafannya ialah tidak meminta restu dari dari kedua orangtuanya, dan kedua orangtua Putri juga. Ya, selama 4 tahun menjalin hubungan, Rama sudah cukup dekat dengan orang tua bahkan keluarga Putri. Maka itu, Rama bertekad, bada subuh nanti ia akan menuju ke Ciamis, tempat tinggal kedua orangtua Putri, untuk meminta restu. Bada subuh Rama berangkat, cukup nekad memang, dengan perlengkapan minimalis dan mengendarai motor bebek setianya, yang telah menemani Rama selama 8 tahun terakhir. 

Udara Bandung di subuh hari memang luar biasa sejuk, bahkan sampai Ciamis, udara sejuk, cuaca mendung, disertai gerimis jadi teman dalam perjalanan. Namun pikir Rama, demi memperjuangkan calon istrinya, calon rekan beribadahnya untuk Allah Sang Maha Segalanya, tak ada masalah. “Bismillah” sebutnya, mengawali perjalanan dini hari itu, untuk mendapatkan ridho dari Sang Maha Kuasa. 

Pagi hari Rama telah sampai di Ciamis. Jalanan yang masih sepi dan gas motor yang ditancap penuh membuatnya bisa sampai dalam waktu 2 jam saja, namun dengan hasil lain tangan jadi kesemutan karena terus menarik gas dengan penuh. Pagi itu Rama menemui orang tua Putri. Mereka memang orang tua yang bijak, Maha Suci Allah yang telah memberikan pencerahan bagi mereka. Bagi mereka, jalan kehidupan anak-anaknya ditentukan oleh anaknya sendiri, selama masih di jalan-Nya. Tidak ada pemaksaan ataupun intervensi yang dilakukan oleh orang tua dalam hal anak memilih. Tugas orang tua disana adalah menginformasikan pilihan-pilihan hidup, dan menjadi tempat berdiskusi bagi anak saat anak membutuhkan. Papa dan Ibunya, tidak dapat berkomentar banyak saat mengetahui maksud Rama melamar pribadi Putri, lagi. Beliau menjawab, bahwa hanya dapat mendoakan yang terbaik bagi anaknya. Mendoakan bahwa pilihan anaknya tidak salah. Itu memang salah satu ucapan dari beliau. Namun yang ditangkap dari bahasa tubuhnya, beliau sedang motivasi Rama untuk memperjuangkan Putri. Alhamdulillah. Inti dari motivasi beliau adalah menyelesaikan kesalah pahaman antara kami, yang menjadi sumber terjadi penolakan itu.

Pikiran Rama melayang ke sekitar 2 bulan sebelumnya, dimana ada awal pemicu kerenggangan hubungan mereka. Saat itu dini hari, Rama baru pulang dari luar pulau Jawa. Rama pulang ke Bandung dengan rasa rindu yang mendalam kepada Putri, rasa rindu yang tampaknya melebihi rasa rindunya terhadap Sang Ilahi. “Astagfirullah, maafkan saya ya Allah”. Rama meratapi langit di dini hari dalam perjalanan pulang, dan berusaha mengendalikan diri. Masih di hari yang sama, malam harinya, walau lelah masih terasa di badan Rama, rasa itu berusaha ia enyahkan, karena pikirannya begitu ingin bertemu Putri walau sebentar. Rama tahu bahwa Putri Sedang lelah, karena baru saja mengikuti tes perihal kerjaan di kantornya.  Namun Rama yakin, bertemu sebentar, sekedar memberikan buah tangan tidak akan menyita banyak energi Putri. Keyakinan Rama bertambah, setelah membaca pesan singkat dari Putri, “ Ka Rama, nanti saat menuju rumah, SMS dulu saja ya. Kalau Putri tidur, tolong titip saja ke Bibi”. Rama yakin, Putri akan menunggu barang sejenak untuk menunggu Rama yang belum ditemuinya itu sekitar  2 minggu.

Itu salah satu kesalahan Rama, terbuai dalam rasa rindu, hingga melupakan bahwa fisik dan staminanya berbeda dengan Putri. Mungkin Rama bisa mengenyahkan rasa lelahnya fisik demi rasa rindu, tapi belum tentu dengan Putri. Tanpa Rama sadari, Rama membandingkan Putri dengan kemampuannya, dan itu tidak benar. Setiap manusia itu unik, berbeda, dan harus dimaklumi dengan perbedaannya itu. 

Saat Rama datang, yang membukakan pintu untuk Rama ternyata Bibi. “Tak habis pikir aku”, ucap Rama perlahan, bermaksud agar tidak didengar oleh bibi. Ego memenuhi pikiran untuk dipuaskan. “Apakah Putri begitu malas untuk keluar sejenak, menemui aku?”, umpat Rama dalam hati. Rama pun pulang dengan perasaan kesal, kecewa, dan beragam pikiran-pikiran negatif berkeliling di pikiran. Terlebih saat Rama dalam perjalanan pulang, menerima pesan singkat dari Putri yang menanyakan apakah sudah sampai rumah atau belum. Amarah Rama semakin memuncak, dengan prasangka bahwa Putri tidak tidur saat itu, melainkan malas tidak mau menemuinya.
http://aprikuma.files.wordpress.com/2012/01/mademoticon.png
Keesokannya di pagi hari, pesan singkat dari Putri, Rama jawab dengan nada cukup menyebalkan. Walau  masih kesal, Rama tetap membalas semua pesan singkatnya, karena pemikiran Rama bahwa yang namanya komunikasi harus berjalan secara 2 pihak, bergantian, berkesinambungan. Sampai pesan singkat terakhir Rama tidak dibalasnya, Rama mengakhiri obrolan.

http://yangketiga.files.wordpress.com/2009/11/long-distance-relationship.jpg
Dan…disanalah awal letak salah pahamnya, sumber dari penolakan, sumber yang membuat Putri hilang perasaan tehadap Rama. Selepas pesan singkat Rama yang belum dibalas Putri, Rama tidak pernah menghubunginya terlebih dahulu lewat pesan singkat. Karena Rama berpikir, mungkin ini cara yang baik untuk mendidik Putri cara untuk berkomunikasi. Memang keputusan mendidik di saat yang kurang tepat, dan Putri pun tampaknya salah paham akan maksud Rama untuk memberikan didikan tersebut. Tapi itu pelajarannya, emosi dan pikiran negatif membuat kita tidak dapat berpikir jernih dalam mengambil keputusan. 
 
http://1.bp.blogspot.com/_EMbFWNl1Gzk/TKWOnic1o3I/AAAAAAAAAJE/Lx8z0cryg8Y/s1600/calm-down-intro.jpg

Sepulang dari Ciamis, setelah jarak 236 KM ditempuhnya kurang dalam 5 jam, Rama mendapatkan tambahan semangat keyakinan. Keyakinan yang berasal dari doa orang tua Rama, keyakinan setelah beristiqoroh, dan dukungan moral dari orang tua Putri untuk membenahi kesalah pahamannya dengan Putri, semakin memantapkan Rama untuk berjuang menjadikannya layak untuk menjadi imam hidup Putri, apabila saat ini belum dinilai layak  ataupun hilangnya greget Putri terhadap Rama. 


Berbicara mengenai sholat istiqoroh, memang ada yang unik dalam peristiwa ini. Hasil istiqoroh mereka berbeda. Apabila Rama mendapatkan hasil ketetapan hati untuk berjuang, memantaskan diri menjadi imannya. Putri mendapatkan hasil, hilangnya perasaan. Aneh? Membingungkan?. Tidak juga, tinggal kita coba menggunakan akal kita untuk merenungkan, dan memperhatikan semuanya secara wajar.  Apakah Allah yang memilihi nama baik Al Haadii, yang Maha Pemberi Petunjuk, apakah mungkin membiarkan manusia dalam kebingungan, kebingungan dalam hasil sholat istiqoroh? Rasanya tidak. Tapi ada pembelajaran disana. Salah satunya ialah pembelajaran untuk lebih tenang saat akan mengambil keputusan, dan tentunya mengkroscek informasi terlebih dahulu sebelum bertindak. Saat itu ternyata Putri memang tidur karena kelelahan. Nah, pelajaran kehidupan ini juga mengingatkan Rama, bahwa manusia akan menjadi bijak bila telah dapat memaklumi, bahwa manusia yang sejatinya makhluk terbaik yang diciptakan-Nya, juga memiliki sisi tidak baik. Yang dapat kita lakukan apabila manusia berada pada sisi yang tidak baik ialah berusaha memaklumi dan mengingatkannya. Kita maklumi karena kita harus sadar, bahwa manusia hanya melakukan apa yang diketahuinya benar, juga salah satu hakekat manusia sebagai makhluk sosial, harus senantiasa saling mengingatkan dalam kesabaran dan kebaikan. 
http://rthdwiastuti.files.wordpress.com/2010/08.jpg

Rama pun teringat akan kalimat bijak lain, bahwa kalau cinta sudah meliputi, maka tak ada lagi ruang kebencian di dalam diri seseorang. Sejelek apa pun dan kasarnya orang lain, ia tak akan membalas dengan kejelekan. Ia khilaf akan petuah-petuah itu, sehingga mengambil keputusan dalam keadaan penuh amarah, dan memang tidak ada juga yang mengingatkannya.

http://theonlynelly.files.wordpress.com/2010/11/love-will-find-a-way.jpg
 
Yang terpenting Rama khilafkan ialah berserah diri. Ya, sebagaimana seorang muslim, tugasnya terhadap seseorang, atau apapun itu dalam hidup ialah melakukan yang terbaik. Maksimalkan dalam proses, bukan sekedar mentarget hasil akhir. Rama khilaf, niatnya “cuma” untuk menjadikan Putri sebagai Istrinya. “Seharusnya aku lebih banyak bertanya tentang apa yang Putri inginkan, agar komunikasi kami lebih baik terjalin”, ratap Rama. Setelah kejadian itu, Rama teguh, untuk lebih memberikan yang terbaik untuk Putri, untuk melakukan yang terbaik untuk orang yang Rama sayangi, bukan dengan sekedar niat menjadikan Putri sebagai Istrinya. Fokus dalam proses, bukan hasil.




Beberapa hari berlalu, dan kenyataan tidak sejalan dengan harapan, nyaris Rama depresi bila tidak ingat kepada konsep tauhid. Ajakan-ajakan Rama untuk mengantar Putri pulang bersama tidak disambutnya, “tidak usah merepotkan ka, katanya”. Sejak kapan pula Putri berpikir merepotkan Rama, umpat Rama dalam hati. Selidik punya selidik, ternyata Putri memilih pulang bersama teman cowonya, berdua. Bahkan Putri sampai sudah menegaskan kepada Rama dengan berkata, “Ka Rama, kita jalan masing-masing mulai dari sekarang ya”.


Setelah beberapa pekan, pecahan rangkaian skema kehidupan mulai terbentuk. Memang benar pepatah bijak berkata, bahwa kebenaran pada akhirnya akan terungkap. Alasan Putri tidak mau menerima Rama menjadi calon suaminya dikarenakan hilangnya perasaan akibat  peristiwa 2 bulan kemarin sebenarnya tidak begitu tepat…alasan bertambah, dan semakin meluas. Info dari teman yang biasa ia ajak curhat, bahwa Putri sejak lama telah ia kenalkan dengan seorang pria bernama Dino, pria yang ternyata sering berkomunikasi melalui Black Berry Messengger dengan Putri dan ternhyata juga sudah beberapa kali mengantar Putri pulang ke rumahnya. Hal ini membuat masuk akal, karena bukan secara tiba-tiba saja Putri memilih Dino, Putri sudah cukup banyak ngobrol dengannya.  Karena setelah Rama tidak lagi ke rumah Putri, Dino lebih sering berkunjung ke rumah Putri. Ya, mereka telah saling kontak untuk waktu cukup lama.


Info lain lagi dari teman Putri di tempat kursus, bahwa Putri telah mulai menyukai Dino cukup lama, sehingga bingung apakah memilih Rama atau Dino. Info muncul pula dari tetangga akrab Putri, bahwa Putri lebih memilih Dino karena Dino secara meyakinkan akan membeli rumah dan mobil untuk masa depan mereka dikemudian hari. Alasan ini memang tampaknya ada salah paham, karena Rama bukan tidak mau beli mobil atau rumah apabila pas waktunya. Tetapi tepatnya Rama mewaspadai akan cobaan harta yang berlimpah, namun tidak menjadi manfaat secara maksimal. Karena Rama yakin, harta adalah cobaan yang harus siap dipertanggung jawabkan. Info dari teman Putri sedari kecil, bahwa keputusan Putri menolak Rama, dengan alasan kasus pulang dari luar Jawa itu adalah klimaks atas banyaknya kekhilafan Rama yang tidak bisa Putri tolerir. Pada titik ini Rama cukup banyak merenung…banyak bercakap-cakap dengan dirinya sendiri, ”kalau saya khilaf, kenapa tidak dingatkan? Bahkan Putri bisa bilang, “kalo ka Rama tidak bisa melakukan ini, maaf Putri tidak bisa menjadi istri ka Rama”. Pikiran lainnya melakukan flash back, bahwa dulu cukup sering ada situasi Putri dalam keadaan BT, yang penyebabnya entah apa tidak bisa Rama duga. Disana Rama langsung bertanya, “apa ada yang mau diobrolin?”. Pertanyaan yang memancing, dimana Rama  berharap Putri mau berkisah, ada apa gerangan yang membuat dirinya BT. Tapi pertanyaan itu pun dijawabnya dengan “engga”. “Hey Put, I’m not a read minder!”.

Sampai akhirnya Rama memiliki kesimpulan, bahwa Putri memang sudah tidak sayang lagi kepadanya, entah dari kapan. Yang jelas, apabila rasa sayang masih melekat, yang akan dicari adalah solusi, ya…karena rasa sayang akan mencari jalan keluar dari permasalahan yang dihadapi, bukan malah kabur meninggalkan, dengan alasan-alasan yang semakin meluas.


Sekarang yang ingin Rama lakukan ialah fokus ke waktu saat ini, meningkatkan kembali kehidupannya yang sempat menurun karena kejadian itu. Rama berusaha berdoa, agar pilihan Putri memilih Dino untuk menjadi calon Imam hidup adalah memang pilihan terbaik yang Putri pilih. Dan ia pun berdoa untuk dirinya sendiri, agar lebih mampu menguasai pikiran untuk tidak senantiasa memikirkan Putri menjadi istrinya, juga untuk membuka perasaan terhadap perempuan lain.

http://www.quotesnsayings.net/wp-content/uploads/2011/12/Yesterday-Is-History-Tomorrow-Is-A-Mystery.jpg





No comments:

Post a Comment